Cangkok feses terobosan baru obat diare. Bagaimana bisa dan seperti apa caranya? Entah itu fakta atau mitos, sebuah sumber internet menyebut hal demikian. Ada usut soal feses atau pup yang biasanya dibuang waktu pagi dapat digunakan sebagai obat diare untuk orang lain.
Sponsor: dr rochelle skin expert
Caranya dilakukan dengan metode cangkok feses. Mungkin hal ini bisa buat Anda makin ngilu saat mendengarnya. Dan ternyata, prosedur medis cukul ekstrim ini dapat menyelamatkan banyak nyawa yang diakibatkan oleh infeksi bakteri mematikan. Berikut dijelaska prosedur cangkok feses.
Apa itu transplantasi feses?
Transplantasi feses atau cangkok biasanya melibatkan sampel pup orang sehat dan mencangkokkannya ke saluran pencernaan orang mengalami gangguan pada pencernaan. Sempel kemudia akan dimasukkan ke dalam saluran pencernaan pasien melalui anus. Atau bisa dengan menggunakan pil untuk ditelan. Dalam upayanya, cangkok pup ini tidak untuk feses yang masih “mentah” tetapi berupa sampel mikroba yang hidup didalamnya.
Di dalam feses terdapat kurang lebih 40% mikroba hidup. Dan saat diambil untuk sempel cangkok maka koloni akan mulai menyesuaikan diri dengan ekosistem baru dan akhirnya berkembang biak. Meski dapat mengatasi diare, pengyakit diare yang dimaksud bukan akibat salah makan namun lebih diperuntukkan untuk obat diare akibat komplikasi infeksi bakteri ganas yang muncul akibat terlalu lama mengonsumsi obat antibiotik. Jadi transplantasi feses bukan untuk obat diare biasa namun obat untuk obat diare akibat oleh infeksi bakteri ganas Clostridium difficil, atau C. diff.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini akan menyebabkan penderitanya tak bisa melakukan aktifitas harian seperti bekerja atau sekolah dan menimbulkan rasa sakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Infeksi C. diff bisa muncul saat tak ada keseimbangan bakteri di usus akibat terlalu lama mengonsumsi antibiotik. Penggunaan antibiotik yang terlalu panjang dapat menciptakan ekosistem bakteri jahat dan menghilangkan koloni bakteri sehat. Hasilnya membuat saluran pencernaan tak mampu mempertahankan serangan bakteri jahat yang akhirnya akan menginfeksi usus.
Selain penggunaan antibiotik dalam jangka waktu lama, infeksi C. diff bisa juga disebabkan oleh penambahan jumlah penggunaan antibiotik yang mana dipakai untuk mengibati antibiotik. Hal inilah yang mendorong pasien terjebak. Antibiotik yang terlalu banyak akan menghancurkan bakteri baik dan bisa menghancurkan keseimbangan ekosistem dalam usus kita. Masalah lainnya menyebabkan munculnya resistensi antibiotik, yang akhirnya membuat bakteri jadi tidak mudah untuk mati meski telah mengkonsumsi antibiotik. Padahal jika Anda tahu, masalah resiatensi antibiotik sendiri tak ada obatnya.
Resistensi antibiotik menghasilnya ekosistem bakteri C. diff yang sangat berpotensi menghasilkan komplikasi penyakit lebih parah. Komplikasi biasanya disertai kram perut yang sangat parah, demam, dan bahkan bisa membuat usus jadi berlubang. Dari data penelitian, lebih dari 250.000 orang di Amerika Serikat mengalami infeksi C. diff per tahunnya, dan sebanyak 14 ribu kasus berakhir dengan kematian. Sementara usia 65 lebih yang memiliki penyakit kronis sangay berisiko mengalami infeksi C. diff lebih tinggi dan parah.
Apakah ada efek samping yang terjadi setelah melakukan transplantasi?
Sebuah studi yang termuat dalam sebuah jurnal berjudul New England Journal of Medicine menyebut bahwa hampir setiap tahunnya terdapat lebih dari 3 juta pasien terinfeksi bakteri ganas ini. Di sisi lain, pemberian antibiotik hanya efektif pada sekitar 15%-26% pasien. Ditambah lagi, penggunaan antibiotik hanya akan melemah seiring penggunaannya secara terus menerus. Menurut Josbert Keller, Ketua Tim Peneliti dari Universitas Amsterdam, perawatan cangkok pup dengan menggunakan pengobatan antibiotik yang ke-2 atau ke-3 kalinya tidak efektif.
Lebih jelasnya diungkap oleh tim penelitian yang mengampil 13 sampel sukarelawan yang telah terinfeksi bakteri. Mereka melakukan 3 rangkaian percobaan, dimana pada percobaan pertama mereka diberi antibiotik standar selama 14 hari dan empat diantara mereka dinyatakan bebas bakteri. Tak berhenti disitu, tim peneliti juga menguji sampel dari 13 sukarelawan lainnya dan mendapat pengobatan yang sama tapi mereka telah mengosongkan isi perutnya dan hanya berhasil di 3 kasus. Sedangkan 16 sukarelawan lain juga diberi antibiotik ringan dengan kombinasi sama seperti percobaan kedua ditambah transplantasi feses. Terdapat 500 mililiter feses donor yang diinjeksi melalui saluran kecil lewat hidung dan akhirnya menuju ke usus kecil. Hasilnya hanya 3 pasien saja yang mengalami kegagalan dan setelah melakukan uji ulang maka 2 diantaranya berhasil disembuhkan.
Sesaat setelah dilakukan uji coba, pasien mendapatkan efe samping. Hal ini dilaporkan sebanyak 94% responsen mengalami diare, 31% diantaranya mengalami kram perut, dan sebanyak 19% mengalami sakit perut. Namun, dari efek samping yang muncul, akan seketika hilang dalam tiga jam berikutnya. Sedangkan 19% responden lainnya justru mengalami gangguan umum pencernaan seperti konstipasi, atau sulitnya buang air besar. Jadi, meski terlihat menjijikkan, tapi bagi pasien dengan diare kronis yang telah putus asa bisa terselamatkan berkat transplantasi ini.
Cara kerja transplantasi fases untuk mengobati diare akibat infeksi C. diff
Cara kerja transplatasi ini yakni menghentikan efek lebih parah akibat bakteri C. diff. Dari kasus transplati yang sudah ada, cangkok yang dilakukan dari pendonor sehat terbukti mampu menyembuhkan infeksi hingga 94% dibandingkan menggunakan pengobatan antibiotik yaitu hanya 31% nya. Kemudian, para pasien akan mendapatkan asupan koloni bakteri sehat dari pendonor. Jika bakteri sehat telah bisa beradaptasi, maka usus yang sebelumnya mengalami infeksi dapat tertolong berkat bakteri baik dalam usus.