Kesuksesan memang keinginan semua orang. Terutama kalangan pelajar dan mahasiswa saling berlomba-lomba untuk meraih kesuksesan. Ada beberapa factor yang mempengaruhi untuk sukses, yaitu minat, bakat, kepribadian dan lain sebagainya. Tidak sedikit orang yang memiliki minat dan bakat yang baik mengalami kegagalan. Sadar atau tidak, terkadang bukan potensi yang menyebabkan tapi justru kepribadian yang menghambat. Salah satunya yakni percaya diri. Tak sedikit kesuksesan terhambat akibat tak memiliki kepercayaan diri. Mereka sayangnya juga tak paham penyebab rendahnya kepercayaan diri tersebut.
Karena potensi seseorang tidak akan bisa menjadi keahlian jika tidak diasah. Dalam mengasah potensi, butuh kepribadian yang luar biasa. Karena seperti kita tahu, jalan kesuksesan tidak selalu mulus, banyak rintangan, waktu dan tenaga yang akan kita korbankan. Seperti saja Einstein, orang yang dikenal sangat jenius, ternyata juga pernah mengalami kegagalan. Atau Thomas Edison yang mengalami kegagalan berkali-kali sebelum sampai akhirnya dapat menemukan bohlam lampu. Kisah mereka adalah contoh bahwa kepribadian penting meskipun potensi mendukung. Missal saja mereka tidak memiliki kepribadian seperti itu, mungkin mereka tidak akan sukses seperti sekarang.
Dari pengertian beberapa ahli tersebut, percaya diri merupakan suatu keyakinan atas diri sendiri “bisa” dalam melakukan sesuatu. Sehingga sebenarnya “rasa percaya diri” masih pada tataran keyakinan. Artinya orang yang percaya diri bukan orang yang bisa melakukan segala hal, tapi mempunyai keyakinan bahwa “kita bisa melakukan tersebut”. Konsekuensi dari orang yang mempunyai rasa kepercayaan diri adalah memiliki keyakinan, optimisme, dan tidak bergantung pada orang lain. Dan seseorang yang memiliki kepercayaan diri cenderung memiliki keyakinan akan kemampuan untuk mencapai keberhasilan (Zimmerer, 1996:6). Itu mengapa mempunyai kepercayaan diri itu penting.
Tapi menjadi masalah jika seseorang tersebut tidak mempunyai rasa percaya diri yang baik. Berikut beberapa gejala dari tidak percaya diri, atau minder :
– Merasa diri rendah, bodoh, tidak mampu, tidak pantas, dsb.
– Kesulitan dalam bergaul, susah mendapatkan teman baru.
– Merasa kurang nyaman jika ada seseorang yang mendekatinya.
– Tidak berani memulai percakapan atau perkenalan dengan orang lain
– Malu mengungkapkan ide atau pendapatnya kepada orang lain.
– Demam panggung, takut berbicara di depan umum (public speaking phobia).
– Ketika masuk dalam lingkungan baru, dia cemas dan takut kalau orang-orang di lingkungan baru tersebut menolak atau tidak menyukainya.
– Suka menyendiri karena merasa tidak ada yang mau berteman.
– Tegang atau grogi ketika berhadapan dengan orang lain yang baru dikenal sehingga tingkah lakunya terlihat kaku.
– Merasa bahwa orang lain selalu memperhatikan kelemahannya.
– Menganggap orang lain lebih hebat daripada dirinya.
– Membandingkan kelemahan dirinya dengan kelemahan orang lain.
– Sensitif terhadap perkataan orang lain, meskipun hanya bercanda.
– Fokus pada kelemahan diri. Orang minder selalu punya seribu alasan untuk menyalahkan atau meremehkan dirinya sendiri.
– Sering menolak apabila diajak ke tempat-tempat yang banyak orang.
– Tidak berani menerima tanggung jawab yang besar karena takut gagal..
– Sering murung, mudah merasa sedih, dan lelah.
– Kurang semangat dalam menjalani aktivitas dan mudah menyerah.
– Sering melamun, dan mungkin masih banyak lagi.
Jika memiliki gejala tersebut hendaknya waspada dan coba perbaiki masalah minder tersebut. Untuk memperbaiki suatu penyakit, yang pertama harus kita cari adalah sumber atau penyebab dari rasa tidak percaya diri atau minder tersebut. Menurut Maslow (dalam Alwisol, 2004:24), mengatakan bahwa kepercayaan diri itu diawali oleh konsep diri.
Konsep Diri
Dimensi konsep diri terbagi menjadi 3 bagian (ALI HARSOJO, S.Pd), yaitu :
- Pengetahuan : berbicara tentang siapa saya, keudukan saya sebagai anak, orang tua, istri,suami, dan lain sebagainya.
- Harapan : gambaran ideal yang kita harapkan. Bisa dari orang yang kita figurkan, menurut imajinasi kita sendiri, dan lain sebagainya.
- Penilaian : ini merupakan eksekusi dari dimensi pengetahuan, harapan yang hasilnya kita ini bagaimana. Menimbulkan harga diri yang tinggi ketika sesuai dari harapan dan rendah diri ketika jauh dari harapan. Contoh : saya tidak bisa mengerjakan soal ini, sehingga saya bodoh.
Menurut Ali Harsojo, S.pd bahwa “Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir. Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan sejak dalam kandungan, kita tidak memiliki konsep diri, tidak memiliki pengetahuan tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri, serta tidak memiliki penilaian apa pun terhadap diri kita sendiri.
Oleh sebab itu, konsep diri dibentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri seseorang. Sikap dan respons orangtua serta lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang tidak baik, seperti perilaku orangtua yang suka memukul, mengabaikan, kurang memberikan kasih sayang, melecehkan, menghina, tidak berlaku adil, dan seterusnya, ditambah dengan lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini dikarenakan sang anak cenderung menilai dirinya berdasarkan apa yang ia alami dan dapatkan dari lingkungannya. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya berharga, sehingga berkembangan konsep diri yang positif.”
Kedudukan factor internal dan eksternal (lingkungan)
Dari penjelasan diatas, bahwa lingkungan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan konsep diri. Sebenarnya, factor internal juga dapat berpengaruh pada proses pembentukan diri. Lingkungan memang mempengaruhi, tapi tetap diri kita yang menentukan. Karena manusia adalah agen yang sadar, mempunyai akal dan freewill dalam menentukan pilihannya. Misalnya saja, anak dalam lingkungan keluarga pencuri, ada yang mengikuti keluarganya tapi ada juga yang menjadi berbeda dari keluarganya. Itu karena dia mempunyai pilihan sendiri bagaimana akan bertindak. Sehingga, kita perlu menyelesaikan dari internal sebagai penentu dan juga eksternal sebagai pengaruh.