Siapapun yang mendengar kata dolly pasti secara reflek akan merasa tabu. Dolly adalah kawasan yang sangat terkenal di Surabaya. namun bukan terkenal dengan nama yang baik, melainkan dolly terkenal sebagai tempat lokalisasi. Bahkan disebut-sebut sebagai lokalisasi terbesar se-asia tenggara. Kawasan tersebut sudah sangat lama sekali menjadi pusat bisnis layanan birahi. Oleh karena itu masyarakat sekitar sudah tidak asing lagi dengan nama dolly sebagai pusat lokalisasi di Surabaya. saking tidak asingnya, nama dolly sering dikesankan sangat negatif. Contohnya ketika ada orang yang mengatakan “baru saja dari dolly” pasti siapapun pendengarnya akan memberikan persepsi negatif kepadanya. Namun dibalik kesan negatif dari nama dolly, ternyata tersimpan sebuah kisah inspiratif bang jarwo. Seorang pengusaha tempe yang berasal dari dolly.
Bang Jarwo merupakan warga asli kawasan dolly. Di sana ia bekerja sebagai penjual kopi di salah satu angkringan dolly. Di tempat nya pula sering di jadikan tempat nongkrong para wanita tuna susila yang tengah mencari pelanggan. Setiap hari ia selalu menyaksikan pemandangan yang sama yakni genitnya para wanita tuna susila dan proses transaksi antara wanita tuna susila dengan para pria hidung belang. Selama ini ia telah terbiasa dengan pemandangan yang bagi kebanyakan orang akan risih untuk melihatnya. Namun bagaimana lagi, ia telah hidup di lingkungan dolly selama bertahun-tahun.
Menjadi seorang penjaga warung kopi disana membuat ia mengenal banyak para pekerja seks komersial, mucikari, maupun pria-pria hidung belang yang setiap hari ada di warungnya. Namun diantara banyaknya para wanita pekerja seks komersial disana, Jarwo rupanya menaru hati pada salah satu wanita disana. Memang benar, cinta berasal dari kebiasaan. Karena seringnya bertemu di warung tersebut, benih-benih cinta tumbuh pada mereka berdua. Saat itu latar belakang sebagai wanita yang bberprofesi sebbagai seorang pekerja seks komersial tidak membuat jarwo surut niat untuk menjalin hubungan yang lebih serius dengan wanita tersebut.
Hingga pada akhirnya mereka berdua memutuskan untuk menikah. Resmi menjadi seorang suami istri. Sang istri yang sebelumnya berprofesi sebagai pekerja seks komersial memutuskan untuk berhenti menekuni jurang gelap bisnis terlarang tersebut. Ia bersama suaminya, Jarwo, memutuskan untuk fokus mengembangkan bisnis warung kopi yang ada di kawasan dolly.
Namun, disaat baru saja mulai keluar dari lembah hitam pelacuran, Walikota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan keputusan untuk menutup kawasan lokalisasi dolly. Sebuah keputusan yang tidak dapat dilakukan oleh walikota-walikota surabaya sebelumnya. Dengan gagah berani, risma, menutup kawasan lokalisasi dolly meskipun ia harus ditentang oleh banyak pihak yang memang meraup keuntungan dari bisnis esek-esek dolly.
Banyak para PSK, mucikari maupun elemen-elemen lainnya di kawasan dolly yang menentang keputusan risma. Mereka khawatir setelah penutupan lokalisasi dolly mereka akan kehilangan mata pencehariannya. Termasuk Jarwo dan istrinya yang selama ini hidup menggantungkan nasib di bisnis lokalisasi ini. Meski tidak lagi menjadi PSK, namun jarwo dan istri menggantungkan nasib melalui warung sederhana di kawasan tersebut. Ditutupnya lokalisasi dolly tentu akan membuat pengunjung menjadi kian sepi, begitu pula pelanggan warungnya pun akan semakin sepi. Hal ini menjadi salah satu pelajaran bagi keduanya.
Alih-alih mereka ikut-ikutan menolak, Jarwo bersama istri malah mendukung keputusan Risma untuk menutup bisnis haram tersebut. Mereka berdua paham betul bagaimana penderitaan orang-orang yang berkutat di bisnis lokalisasi tersebut. Di balik senyuman yang selalu disuguhkan kepada pelanggan, tersimpan tangis lirih yang hampir tak terdengar di relung jiwa setiap perempuan yang menjadi pekerja seks komersial.
Dengan ditutupnya kawasan lokalisasi dolly, maka tutup pula warung sederhana Jarwo. Artinya takkan ada penghasilan bagi mereka berdua. Meski demikian tidak pernah terpikirkan bagi mereka untuk kembali ke jalan hitam dengan menjadi pekerja seks komersial. Hingga pada akhirnya ide untuk berjualan tempe pun muncul. Perlahan tapi pasti berdua mereka menjalankan usaha memproduksi dan berjualan tempe secara keliling. Bagian produksi kampung dulu. Sedangkan bagian penjualan dan pemasaran, Jarwo lah yang menanganinya. Dengan mengendarai sepeda onthel tua nya, Jjarwo berkeliling surabaya untuk menjajakan tempe produksinya.
Memang, usaha tempe yang ia jalani tidak lah mulus sedari awal. Awalnya ia juga merasakan betapa susahnya memasarkan tempe di masyarakat Surabaya. namun adanya program pembinaan dari pemkot dan juga yayasan melukis harapan bagi warga eks kawasan lokalisasi dolly menjadi angin segar bagi Jarwo dan istri. Melalui program pembinaan tersebut, Jarwo diajari untuk membuat branding produk yang kemudian melahirkan nama Tempe Bang Jarwo, ia juga diajari tentang varian produk yang melahirkan tempe berbagai rasa seperti balado, original, dan sebagainya. ia juga diajari untuk mengolah tempe, sehingga tidak hanya menjual tempe mentah, namun juga menjual berbagai camilan yang terbuat dari tempe.
Berbagai event yang diadakan pemkot untuk UKM-UKM binaan ia ikuti dengan rajin. Dandanan khas dengan baju lurik serta sepeda onthel tua yang selalu ia bawa setiap event membuat mata warga surabaya yang menghadiri event tersebut selalu menoleh ke arah stan Tempe Bang Jarwo. Perlahan tapi pasti, kini Tempe Bang Jarwo telah dikenal oleh masyarakat. Omset yang bisa diraih Jarwo setiap bulannya pun mencapai 8-10 juta. Angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan semasa menjalankan usaha warung kopi di dolly dulu.