Film pendek Children of heaven adalah film asal Iran. Film dengan durasi 89 menit ini memang betul-betul mampu menggugah air mata bagi siapa saja yang menontonnya. Sebetulnya kisahnya sederhana: tentang perjuangan seorang anak laki-laki dari keluarga miskin bernama Ali. Ali mempunyai adik bernala Zahra. Ia sedang berjuang mendapatkan sepasang sepatu bagi adiknya.
Kisah bermula dari Ali yang tak sengaja menghilangkan sepatu Zahra ketika sedang membeli kentang. Karena takut kena marah orang tua mereka, Ali membujuk adiknya supaya tidak mengadkau pada mere. Zahra pun setuju. Akhirnya mereka menyusun strategi yakni bergantian memakai sepatu untuk pergi sekolah. Cara bergantiannya adalah Zahra yang bersekolah pagi harus selalu berlari pulang demi memberikan sepatu yang dipakainya untuk ganti dikenakan Ali yang masuk siang. Begitu sebaliknya, Ali harus menunggu Zahra pulang agar bisa memakai sepatu yang dipakai Zahra untuk sekolah.
Cerita kian mengharukan ketika Zahra berhasil menemukan sepatunya yang hilang. Ternyata sedang dipakai anak lain. Yang membuat haru yakni anak tersebut lebih miskin dari keluarga Zahra. Maka dirinya pun tak tega meminta sepatu itu kembali. Terpaksa mereka mesti mencari cara lain agar mendapat sepatu untuk Zahra sekolah. Supaya mereka pula tidak terus menunggu bergantian sepatu sebelum berangkat sekolah.
Sebuah titik pengharapan muncul sewaktu kota mengadakan lomba lari maraton. Iming-iming hadiah bagi sang juaran adalah sepasang sepatu karet. Uniknya sepatu karet diperuntukan bagi yang mendapat juara III. Sebab Ali merasa dirinya yang bertanggung jawab atas hilangnya sepatu sang adik, ia mengikuti dengan harapan bisa juara 3. Ia berusaha keras untuk dapat juara 3. Namun sayangya usaha keras tak berhasil. Bukan karena kalah lomba, melainkan dia justru berhasil meraih juara I. Tentu juara 1 bukan sepatu, tetapi berupa piala penghargaan. Ali merasa bersalah pada Zahra, takut adiknya akan kecewa.
Zahra menunggu kedatangan Ali. Sewaktu Ali datang, dia tidak mengatakan apa-apa karena merasa bersalah terhadap Zahra. Namun di lain tempat, tetap di waktu yang sama, sang Ayah sedang menaiki sepeda. Terlihat membawa bingkisan sepetu. Isinya adalah dua pasang sepatu—warna putih dan merah muda—untuk kedua anaknya (Ali dan Zahra).
Sungguh menggugah hati film arahan sutradara Majid Majidi ini. Terdapat banyak hal yang bisa kita petik darinya, di antaranya:
- Belajar mengenai tanggung jawab. Bahwa tanggung jawab tidak mengenal kondisi keuangan (kaya atau miskin). Tanggung jawab merupakan sikap yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Tanpa terkecuali. Seperti yang dilakukan oleh Ali. Ia telah menghilangkan sepatu milik sang adik. Merasa bersalah, ia mencari sepatu itu. Bahkan sampau harus mengikuti perlombaan, meskipun pada akhirnya tidak sesuai target.
Dari Ali memberi tamparan pada kita, walaupun usianya belum dewasa, namun pikiran dan sikapnya mengalahi orang dewasa. Saat ini banyak orang dewasa yang tidak mempunyai sikap tanggung jawab. Tidak perlu jauh-jauh. Membuang sampah, contohnya. Membuang sampah sembarangan adalah cerminan dari perilaku yang tidak bertanggung jawab.
Hubungannya dengan puasa ialah tanggung jawab seorang hamba pada Tuhan. Puasa adalah salah satu bentuk tanggung jawab kita pada Allah. Sebagai rasa tanggung jawa, maka seharusnya kita melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya.
- Rasa peduli terhadap sesama. Zahra setelah melihat sepatunya dipakai oleh anak yang lebih tidak mampu darinya, dia pun tidak tega untuk meminta kembali sepatu miliknya tersebut. Selama ini kita kerap menolak membantu orang lain karena merasa diri sendiri juga tidak mampu. Coba lihat sosok Zahra ini. Kurang mampu apa sampai sepatu bergantidan dengan sang kakak. Tapi dirinya tetap mempunyai rasa belas kasih pada sesama yang kurang mampu.
Sungguh sosok Zahra ini lagi-lagi menampar diri kita. Di luar sana masih banyak orang mampu, dengan kekayaan melimpah, namun enggan membantu sesama. Atau malah merasa orang yang meminta bantuan adalah pemalas karena tidak mau berusaha. Mengertilah bahwa manusia termasuk makhluk sosial, yang artinya tidak dapat hidup sendiri. Suatu saat kita pasti butuh bantuan orang lain. Jadi jangan enggan membantu.
Di bulan Ramadan ini pun manusia diajarkan untuk memupuk rasa empati dan peduli dengan sesama. Kita diharapkan untuk sedekah dan zakat. Dengan puasa kita turut merasakan penderitaan orang-orang kurang mamu di luar sana, yang untuk makan saja sulit. Ketika dapat merasakan penderitaannya, harapannya kita mau membantu mereka. Memberi bantuan pada mereka.
- Hikmah lainnya yaitu bahwa kegigihan dan kerja keras bisa melepaskan diri dari kemiskinan. Tidak sekadar miskin uang, tetapi definis kemiskinan di sini bisa mencakup miskin moral, lemah semangat untuk berjuang, harga diri, kurang impian, dan miskin selainnya. Apabila kita mau gigih, terus berusha dan ulet, maka dijamin kita bisa meraih apa yang sudah lama diimpikan.
Bulan Ramadhan merupaka waktu yang tepat untuk manusia meningkatkan keimanan. Kembali memeriksa keadaan hati, memperbaruhi moral, memperbarui nurani, dan menuangkan kesucian hati dalam perbuatan nyata, layaknya yang dicontohkan Ali dan Zahra lewat kisah di atas.