Barangkai anda berpikir bahwa tidak ada yang spesial dengan selembar uang 5 ribu rupiah. Di tengah kondisi menggilanya perekonomian. Harga sembako kian melambung, membuat 5 ribu nilainya menjadi semakin kecil. Jangankan beras, nasi bungkus mungkin tidak cukup. Tapi salah satu contoh kisah yang inspiratif ini mengajarkan untuk tidak mengabaikan kebaikan, sekecil apapun itu.
Sponsor: dr rochelle skin expert
Ada sebuah kisah seorang bapak bersama anaknya, Andi, berpakaian lusuh, membawa kaleng kecil dengan menggendong gitar, berjalan dari rumah ke rumah. Kadang keliling di keramaian orang, kadang pula di tengah-tengah kemacetan. Begitu terus setiap hari. Jika sudah petang, mereka kembali ke rumah.
Andi ‘tak henti-hentinya tersenyum lebar. Sepanjang jalan, sampai-sampai giginya kering. Sudah tidak sabar menghitung uang yang didapat. Sang ayah di sampingnya juga turut merasakan kegembiraan anak semata wayangnya tersebut. Sambil menggandeng tangan Andi, sesekali menengok wajah yang tidak berhenti tersenyum sejak tadi.
Kemudian datang lelaku tua menghentikan langkah mereka. Dia meminta belas kasihan untuk memberi uang tambahan agar bisa membelikan anaknya makanan. Tanpa berpikir panjang, ayah memberinya 5 ribu, satu-satunya kertas di antara tumpukan koin. Lalu, lelaki tua pergi meninggalkan sang ayah dan Andi yang tampak kebingungan.
Sesampainya di rumah, Andi segera menumpahkan koin-koin dari kaleng kecil tersebut ke atas meja.. Kemudian disusun dengan rapih supaya mudah dihitung. Selesai dihitung, sang ayah menyisihkan 5 ribu untuk dimasukkan ke dalam sebuah toples plastik kecil. Belum habis kebingungan Andi, sekarang dibingungkan dengan sikap ayahnya itu.
Ayah Andi memang sengaja menyisihkan 5 ribu dari penghasilan setiap harinya. Baru setelah satu bulan, uang yang sudah terkumpul tersebut diberikan kepada satu panti asuhan. Tidak dapat membantu banyak, namun setidaknya meringankan biaya anak-anak di sana. Ia juga ‘tak segan-segan memberikan uang jika ada yang membutuhkan. Bukan karena tidak butuh, melainkan berbagi adalah caranya berbahagia. Jauh lebih bahagia dari pada bergelimang harta tanpa makna.
Andi yang masih berusia 10 tahun, masih dini untuk mengerti perbuatan sang Ayah. Ia hanya memendam kebingungan setiap kali ayahnya memberikan uang ke panti tersebut. Dan, ketika memberi orang-orang yang membutuhkan.
“Kenapa kita harus berbagi? Bukankah kita juga tidak punya uang?”
“Berbagi tidak harus menunggu kaya. Jika memang niat berbagi, pasti kita akan menyisihkan dari apa yang kita punya.” Jawab ayah sembari tersenyum.
Keesokan paginya seperti biasa mereka bersiap-siap ‘berkerja’. Tidak lupa membawa gitar, dan kaleng bekas. Datang ke rumah-rumah. Keliling di tengah keramaian, juga kendaraan-kendaraan yang sedang berhenti.
Entah, ada apa hari ini. Hingga siang mereka belum dapat sepeser pun. Mereka duduk di trotoar jalan untuk beristirahat. Di sampin kanan kiri banyak teman ‘seprofesi’. Loper koran, penjual mainan anak, penjual makanan, penjual jajanan, mereka berjejer di sepanjang trotoar. Padahal sudah terpampang jelas aturan “Dilarang Berjualan”.
Baru saja beristirahat, tiba-tiba semua lari berhamburan. Pegawai berseragam cokelat datang, turun dari mobil. Yang bertugas untuk menertibkan siapa saja yang merusak keindahan kota. Menangkap para gelandangan, pengemis, dan pengamen jalanan. Mengejar-ngejar ‘tak kenal ampun.
Andi, dan ayahnya lari sekencang-kencangnya. Menghindari pegawai-pegawai itu. Pengalaman ditangkap membuat mereka tidak ingin menginap di panti lagi. Menabrak orang-orang di depan mereka. Tanpa menghiraukan lalu lalang kendaraan yang membahayakan. Hingga tanpa disadari, sang Ayah tertabrak
Lelaki itu terbaring di depan mobil. Kepalanya bersimbah darah. Kemudian mobil tersebut kabur.
Ayah Andi masuk rumah sakit, dan harus segera dioperasi. Masalah selanjutnya adalah biaya operasi serta rumah sakit. Andi Memikirkan dari mana ia dapat uang sebanyak itu. Uang hasil mengamen tidak mungkin, bahkan jika menabung selama satu tahun pun tidak akan cukup. Tak ada barang berharga yang bisa dijual.
Lalu ia teringat dengan panti yang selama ini dibantu ayahnya. Andi pun langsung berlari menuju panti tersebut. Menemui ibu pengasuh di sana, kemudian menjelaskan semua yang telah terjadi pada ayahnya.Ibu panti tidak tega dengan keadaannya, juga Andi yang tidak berhenti menangis. Mengingat ayah Andi begitu dermawan, hatinya tergerak ingin membantu.
Ibu panti menenumi anak-anak asuhnya. Dia teringat kebaikkan ayah Andi, bahwa setiap hari ayah Andi menyisihkan uang sebesar 5 ribu selama sebulan. Yang kemudian uang tersebut digunakan untuk membantu panti ini. Rupanya, ibu panti hendak menyuruh anak-anak untuk meminta bantuan dari orang lain, sebesar 5 ribu rupiah tiap orang.
Dengan segera anak-anak tersebut melaksanakan perintah ibu panti. Mereka meminta di pasar, mall, bus-bus, masjid, bahkan komplek perumahan. Ditulisnya “Bantuan untuk Operasi Ayah Andi”, dan foto Andi bersama ayahnya, di atas kertas yang ditempel di muka kaleng. Ada yang memberi, ada juga yang menolak. Sudah sangat berusaha, tetapi hasilnya, masih jauh dari harapan. Bahkan tidak memenuhi setengah dari biaya operasi.
Tidak putus asa, besoknya anak-anak dan ibu panti melakukan hal sama seperti kemarin. Meminta di pasar, mall, bus-bus, masjid, juga komplek perumahan. Juga ada yang memberi, ada pula yang menolak. Dari pagi hingga menjelang petang, hasilnya juga sama. Tidak sampai memenuhi setengah dari biaya operasi, padahal sudah ditambah dengan penghasilan kemarin.
Akhirnya anak-anak dan ibu panti memutuskan kembali. Belum sempat pergi, tiba-tiba seorang bapak turun dari mobil mewah menghampiri. Rupanya ia mengenali foto Andi dan ayahnya. Ibu panti pun menceritakan musibah yang menimpa ayah Andi. Kabar baiknya, bapak yang turun dari mobil mewah tadi mau menanggung biaya operasi ayah Andi.
Beberapa kemudian, ayah Andi selesai dioperasi. Syukurlah operasi berjalan lancar. Nyawa ayah Andi dapat diselamatkan. Beberapa hari setelah, ayah Andi sadar. Andi, ibu panti, dan bapak nan baik hati itu pun tersenyum melihat kondisi ayahnya sekarang.
Ayah yang sadar bertanya “Bagaimana dengan biaya semua ini?”
“Tidak usah khawatir, Pak. Bapak ini yang akan menanggung semuanya.” jawab ibu panti.
Ayah Andi senang, tetapi juga bingung.
“Kenapa bapak mau membantu saya?”
Sambil tersenyum, “Saya adalah orang yang pernah bapak bantu waktu itu. Saya pernah meminjam uang sebesar 5 ribu rupiah, sebab dompet tertinggal, untuk menambah kekurangan saat saya hendak membeli makanan untuk anak saya yang sedang lapar.”
Kini Andi mengerti apa yang sudah ayahnya lakukan saat ini.
Dari kisah di atas mengajarkan bahwa sekecil apapun kebaikan yang kita lakukan, suatu saat pasti akan di balas. Berbagi bukan karena sempat, melainkan berbagi karena niat. Tidak perlu menunggu lebih jika ingin berbagi, kita bisa menyisihkan dari apa yang dipunya. Dengan begitu rasa bahagia semakin bermakna, dibandingkan dengan yang ‘sekedar’ berbagi saja