Siapa yang tidak kenal dengan dolly? Baik warga Surabaya maupun warga daerah lainnya, baik orang Indonesia maupun mancanegara pasti pernah mendengar kata dolly. Dolly merupakan sebuah nama salah satu gang di kelurahan putat jaya di kota Surabaya. Gang dolly tersebut terkenal dengan tempat pelacuran atau lokalisasi yang telah aktif semenjak jaman penjajahan. Namanya sebagai tempat wisata birahi telah terdengar ke pelosok negeri. Bahkan sampai terdengar di Negara-negara tetangga Indonesia. Bukan hanya lamanya tempat lokalisasi ini terbentuk, namun juga banyaknya wisma atau rumah bordil yang menyediakan puluhan pekerja seks komersial membuat tempat ini disebut-sebut sebagai tempat lokalisasi terbesar se asia tenggara. Namun wajah terkini lokalisasi dolly telah berubah dengan drastis.
Perubahan tersebut merupakan buah dari kerja keras Walikota Surabaya, Tri Rismaharini yang menutup lokalisasi dolly semenjak tahun 2014. Sekilas bila kita menengok perjuangan Risma, sapaan akrab Walikota Surabaya ini, untuk menutup lokalisasi dolly sangatlah panjang dan penuh dengan duri. Bagaimana tidak, untuk menutup lokalisasi dolly, Risma harus berhadapan dengan puluhan preman yang menjadi koboi jalanan di kawasan tersebut, belum lagi harus berhadapan dengan orang-orang besar yang selama ini menjadi backing kegiatan pelacuran disana. Berhadapan dengan orang-orang besar inilah yang sempat pula membuat Risma berpesan pada keluarganya untuk mengikhlaskan apabila terjadi sesuatu terhadap dirinya.
Meski begitu besar ancaman yang menghampirinya, ia tetap bersikukuh untuk menutup lokalisasi dolly. Alasannya karena ia tidak ingin wanita dan anak-anak di kawasan tersebut tidak dapat memiliki masa depan yang cerah akibat praktik haram tersebut. Namun bukan Risma namanya bila hanya menutup tanpa memberikan solusi. Ia sudah memiliki rencana besar bagi kawasan dolly. Mulai dari pembinaan warga mantan pekerja seks komersial dan juga mucikari, memperjuangkan pendidikan layak bagi anak-anak di sana, dan mendorong perekonomian warga agar tidak lagi membuka praktik pelacuran.
Kini semenjak di tutup pada pertengahan tahun 2014 silam, tanpa terasa sudah 3 tahun berlalu. Wajah dolly yang dulunya di hiasi dengan puluhan wisma lengkap dengan para pekerja seks komersial dengan rok mini di balik kaca persis seperti manekin di toko pakaian, telah berubah 180 derajat. Buah dari pembinaan yang dilakukan pemkot terhadap warga dolly pun kini menuai hasil. Banyak warga dolly yang mampu keluar dari lembah hitam pelacuran dan memiliki profesi yang halal. UKM-UKM yang didirikan oleh warga dolly pun mulai berkembang dengan pesat.
Kesungguhan pemkot Surabaya dalam mendorong perekonomian warga eks lokalisasi dolly tidak main-main. Mulai dari pembinaan dengan memberikan pelatihan berbagai keterampilan bagi warga eks lokalisasi dolly agar setelah penutupan dolly mereka memiliki bekal untuk mencari nafkah secara halal. Tidak hanya itu setelah memberikan pelatihan, Pemkot Surabaya juga memberikan bantuan berupa pendirian UKM dengan memberikan segala jenis perijinannya secara gratis. Bahkan dalam hal pemasaran pun sudah di rencanakan oleh Walikota perempuan pertama di Surabaya ini. Seluruh produk UKM dari dolly ini tidak kesulitan untuk memasarkan produknya, karena di gedung-gedung pemerintahan kota seperti di siola, maupun event minggu pertanian di taman surya salalu akan anda jumpai produk-produk dari dolly. Dengan demikian produk-produk dolly mampu menghidupi warga dolly setelah penutupan lokalisasi.
Dampaknya warga yang tadinya menentang keputusan Risma untuk menutup lokalisasi dolly berbalik menjadi pendukung setia Risma karena merasa hidupnya lebih terangkat bak secara martabat maupun secara perekonomian berkat walikota Surabaya ini.
Bahkan selain membina warga, Risma juga berencana membeli 17 rumah bekas wisma agar tidak dipergunakan sebagai wisma pelacuran lagi oleh pemiliknya yang kebanyakan bukan warga asli dolly. Mereka inilah yang saya sebut sebagai orang-orang besar yang menjadi backing praktik prostitusi tersebut. Salah satu wisma telah resmi menjadi asset pemkot yang ada di Jalan Putat Jaya Gang Lebar, kini difungsikan sebagai Dolly Saiki Point.
Ditemui pada pembukaan Daolly Saiki Fest 2017 sekaligus peresmian Dolly Saiki Point, Risma menjelaskan bahwa Dolly Saiki Point merupakan tempat semacam showroom yang berfungsi untuk memamerkan segala produk UKM warga dolly. Sekaligus sebagai museum yang menampilkan perubahan wajah dolly dari sebelum penutupan hingga kini setelah 3 tahun penutupan lokalisasi dolly. Nantinya akan ada 17 wisma lagi yang akan di beli pemkot Surabaya, sebagian difungsikan sebagai fasilitas umum untuk mendukung perekonomian dan pendidikan warga dolly, sebagian lagi juga akan dijadikan taman agar dolly semakin indah.
Di bidang kuliner ada UKM samijali dengan produk olahan kulit pangsit aneka rasa sebagia camilan yang telah di pasarkan di Surabaya. Ada pula di bidang minuman berupa produk sari rumput laut aneka rasa dan tinggi khasiatnya. Ada pula tempe bang jarwo yang produksi oleh sepasang suami istri mantan pekerja seks komersial dan mucikari yang telah mendapat omzet sebesar 8 juta per bulannya. Di bidang pakaian ada UKM yang memproduksi sepatu kulit dan sandal. Yang kini produk sepatunya dikenakan sendiri oleh Risma. Pakaian batik pun ada, bahkan sempat tampil di acara Surabaya Fashion Parade 2017 pada hari pertama dengan rancangan dari designer muda Arif Susanto. Dan masih banyak lagi produk-produk hasil tangan warga eks lokalisasi dolly.